Senyawa Pilu Juli 2006
Aku sayang Ayahku. Rasa sayangku pada beliau bersepai di halaman cinta. Akan tetapi sepetak air mataku bergelombang dengan ringai ketika kejadian itu menimpa diriku dan keluargaku.
Juli 2006 adalah bulan paling pelik dalam hidupku. Ayahku tersayang terbaring lemah di ICCU Rumah sakit Mitra International Jakarta Timur karena hipertensi akut yang di ikuti dengan penurunan kesadaran akibat pembuluh darah dalam otak pecah karena tekanan darah yang terlalu tinggi. Di hari itu, bertepatan dengan hari kelahiranku. Hari dimana aku membuka mata untuk melihat dunia yang fana ini.
Esok harinya, aku harus mengikuti acara wisuda SMA ku di Acacia Hotel, Matraman. Hari yang paling bahagia ini yaitu hari dimana aku lulus Sekolah Menengah Atas, di hadiahi dengan terbaringnya Ayahku di Rumah sakit.
Sementara itu aku sendiri memiliki masalah penyakit vertigo yang seringkali kambuh. Bundaku bimbang, apakah aku bisa hadir di acara wisudaku nanti dengan keadaan pelik seperti ini. Segalanya aku serahkan kepada Allah Yang Maha Kuasa. Aku yakin akan kebesaran dan pertolongan Allah. Allah lebih dekat dari pada urat nadiku.
Aku menguatkan diriku sendiri untuk hadir di acara wisuda tanpa Ayahku.Aku berdoa pada-NYA agar di berikan kesehatan padaku, dan di berikan kesembuhan pada Ayahku, di berikan ketenangan batin pada Bunda dan kakakku, dengan penuh tekad dan keberanian akhirnya aku hadir di acara wisudaku dengan Bundaku tersayang. Hatiku bahagia, karena aku dapat menyelesaikan sekolahku dengan baik dan dengan prestasi yang cukup memuaskan.
Allah Maha Besar, dan Allah Maha Pemberi Kesabaran, satu minggu setelah wisuda Ayahku berpulang ke pangkuan Sang Khalik. Hatiku membatu, beku sekali rasanya melihat kejadian di depan mata ini. Matahari yang bersinar kini layaknya cahaya yang dibaham nestapa. Segulung tisu waktu menemaniku dalam kesepian dan kehilangan seorang Ayah. Kini aku harus sadar, dunia akan terus berputar dan masa depanku ada didepan. Aku harus berupaya keras dan menyemangati diri untuk tetap menjemput impianku.
Allah Maha Besar, dan Allah Maha Pemberi Kesabaran, satu minggu setelah wisuda Ayahku berpulang ke pangkuan Sang Khalik. Hatiku membatu, beku sekali rasanya melihat kejadian di depan mata ini. Matahari yang bersinar kini layaknya cahaya yang dibaham nestapa. Segulung tisu waktu menemaniku dalam kesepian dan kehilangan seorang Ayah. Kini aku harus sadar, dunia akan terus berputar dan masa depanku ada didepan. Aku harus berupaya keras dan menyemangati diri untuk tetap menjemput impianku.
Alhamdulillah, hari – hari yang tumbang dan penuh kesedihan dapat terlewati dengan baik. Dalam hatiku ada Illah yang selalu menghangatkan qalbu. Aku berharap kami sekeluarga dapat dipertemukan kelak. Juli 2006, tiada bulan yang paling memilukan di banding engkau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar