Senin, 17 Oktober 2011

Cinta Pada Pandangan Pertama

Jatuh cinta pada pandangan pertama memang digambarkan sebagai perasaan yang luar biasa.  Tidak sedikit individu yang akan melakukan pendekatan secara intensif untuk benar – benar mewujudkan perasannya tersebut. Agak sulit membedakan perasaan suka yang biasa saja, dan jatuh cinta pada pandangan pertama. Sebuah penelitian menjelaskan bahwa individu yang jatuh cinta pada pandangan pertama biasanya mengalami:

  1. Perasaan berdebar – debar saat mereka memasuki sebuah ruangan atau ketika pertemu untuk pertama kalinya.
  2. Kedua individu merasa bahwa mereka sudah mengenal satu sama lain dengan baik, bahkan lebih baik dari beberapa yang sudah ia kenal sebelumnya.
  3. Muncul dorongan yang kuat untuk mengatakan ‘I love you
  4. Saat kita merasa sedang mengalami jatuh cinta pada pandangan pertama, dalam waktu singkat kita dapat membayangkan hidup kita di masa yang akan datang bersama pasangan
  5. Meskipun baru beberapa jam berkenalan, saat berpisah muncul rasa khawatir terhadap (calon) pasangan tersebut
  6. Pada umumnya individu akan merasa bahwa hubungan yang dijalani terkesan ‘terlalu mudah’. Mereka tidak memiliki ketakutan akan gagalnya hubungan tersebut.

Hal yang menarik adalah meskipun banyak yang mengusahakan perasaan jatuh cinta pada pandangan pertama kejenjang yang lebih serius, sebuah artikel menjelaskan bahwa melangsungkan sebuah hubungan berdasarkan sebuah passion bukanlah sebuah hal yang bijak dilakukan. Satu hal yang melatarbelakangi hal tersebut adalah individu cenderung hanya melihat ‘pasangan hidupnya tersebut’ hanya dari sisi positif. Dengan kata lain, meskipun ‘pasangan hidup’ tersebut memiliki hal – hal dasar yang tidak cocok dengan kita, kita cenderung untuk mengabaikan hal tersebut.

Saat individu menyadari perbedaan mendasar tersebut, besar kemungkinan individu akan mencoba ‘menerima’ perbedaan yang ada. Berbagai macam cara biasanya akan dilakukan untuk memaksimalkan kebahagiaan mereka. Sebuah survey yang diikuti 21.501 pasangan mengungkapkan hal – hal yang biasanya dianggap penting serta dapat mempengaruhi kebahagiaan pasangan, yang juga dapat menjadi pertimbangan bagi pasangan yang memulai kisahnya dari love at first sight adalah:



Setelah memperhatikan grafik – grafik di atas, sebagian besar dari kita pasti akan berkaca pada hubungan yang sedang kita jalani. Apakah komunikasi kita dengan pasangan cukup baik, apakah pasangan kita mengerti yang saya rasakan dsb. Grafik di atas, sedikit banyak menggambarkan beberapa hal dasar yang banyak dicari oleh pasangan. Sebagai contoh, pada awal sebuah hubungan, komunikasi biasanya merupakan hal yang esensial. Seiring berjalannya waktu, justru hambatan komunikasi dapat muncul. Jika salah satu pasangan tidak dapat menangkap ide atau tidak sejalan dengan pikiran salah satu pihak maka tetu saja komunikasi akan menjadi masalah. Begitu juga jika salah satu pasangan terbiasa menceritakan / berbagi berbagai macam hal namun pasangan tidak terbiasa dengan hal tersebut, tentu hal ini bisa menjadi sumber konflik dikemudian hari.

Pada artikel kenapa bisa suka, dijelaskan bahwa individu biasanya berpasangan dengan alasan proximity, similiarity, dan reciprocity. Namun demikian, pada beberapa kasus, seperti pada kasus jatuh cinta pada pandangan pertama, 3 hal tersebut mungkin tidak muncul. Seperti yang dijelaskan di awal tulisan, studi lain menjelaskan bahwa mereka yang berhubungan karena dasar love at first sight percaya bahwa mereka mampu menanggulangi hampir seluruh masalah yang ada. Meskipun baik, namun hal tersebut berpotensi ‘membutakan’ mereka akan perbedaan – perbedaan mendasar yang ada. Oleh karena itu, untuk mereka yang berada di hubungan yang berlandaskan jatuh cinta pada pandangan pertama sebelum memutuskan melangkah ke jenjang yang lebih serius, pikirkan lah kembali hal – hal yang dirasa penting untuk masing – masing pasangan.

Sumber:
Schmitzm C., & Schmitz, E. 2010. Falling in love on the fast track. Diambil secara online di http://www.psychologytoday.com/blog/building-great-marriages/201004/falling-in-love-the-fast-track pada tanggal 14 Juni 2011.

Schwartz, P. 2003. Love is not all you need. Diambil secara online dari http://www.psychologytoday.com/collections/201106/making-love-last-top-tips-relationships/love-is-not-all-you-need pada tanggal 10 Juli 2011
Bruns, J.R., & Richards II, R.A. 2011. Love at first sight. Diambil secara online http://www.psychologytoday.com/blog/repairing-relationships/201102/love-first-sight pada tanggal 10 Juli 2011.
Pictures taken from http://www.flickr.com/photos/rerinha/4581179994/

Saat Kesepian Melanda

Manusia dikatakan sebagai mahluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Namun, tidak sedikit dari manusia yang merasakan kesepian karena berbagai alasan. Saat manusia merasa kesepian, manusia dikatakan tidak ‘berfungsi’ dengan baik. Bahkan kita juga dapat sakit karena kesepian. Tidak hanya sakit secara mental, tapi juga sakit secara fisik. Meningkatnya tekanan darah, masalah dengan arteri, gangguan tidur, mudah stress, menurunkan kemampuan belajar dan kapasitas memori, bahkan kesepian juga dikatakan dapat meningkatkan kecendrungan untuk bunuh diri.

Pada anak-anak, kesepian dapat mengakibatkan berbagai masalah. Banyaknya anak usia sekolah yang keluar dari sekolah dikatakan besar pengaruhnya karena kegagalan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Gagal beinteraksi tentu akan membuat anak mempertanyakan dirinya sendiri, apa yang salah dengan dirinya? Membuat jarak dengan orang lain dan tentu kesepian. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan perasaan sebagai ‘orang luar’ pada diri anak, anak dapat berperilaku tidak bertanggung jawab atau perilaku anti sosial lainnya yang dapat membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Sedangkan untuk individu dewasa, kesepian merupakan penyebab utama depresi dan kecanduan alkohol. Dengan kata lain, kesepian juga menimbulkan berbagai masalah kepada individu. Namun kesepian akan lebih mudah dirasakan oleh wanita dibanding laki-laki.

Terbatasnya teman dekat serta kelangkaan kontak sosial dikatakan sebagai penyebab munculnya kesepian. Namun demikian, mencari teman saat kesepian pun bukan perkara mudah, karena saat kesepian, individu cenderung akan bereaksi negatif atas keadaan disekitarnya. Perasaan negatif tersebut juga akan mempengaruhi cara individu berinteraksi dengan orang lain. Di kehidupan sehari-hari, saat merasa kesepian, individu menjadi lebih cepat marah, berprasangka buruk, sensitive dan besar kemungkinan melebih-lebihkan segala sesuatu.

Lalu bagaimana cara untuk mengatasi kesepian. Sebuah penelitian yang dilakukan dibeberapa negara didunia menemukan bahwa terdapat beberapa faktor yang akan membantu mengurangi perasaan kesepian. Secara garis besar cara yang banyak digunakan adalah:
1. Menerima perasaan kesepian tersebut: Dengan tidak menyangkal rasa sepi yang melanda, individu diharapkan mampu berpikir positif dan mencari jalan keluar yang tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Menyangkal rasa sepi bisa mengakibatkan individu mengatasi dengan cara kedua, yaitu:
2. Berpaling pada minum-minuman keras dan zat berbahaya lainnya.
3. Mencari bantuan professional: bergabung dengan komunitas atau orang-orang yang juga kesepian atau berkonsultasi dengan psikolog
4. Mencoba menjalin kembali hubungan dengan koneksi sosial yang pernah dimiliki
5. Meningkatkan keaktifan dengan berbagai cara: menenggelamkan diri dalam pekerjaan, organisasi sosial, dll.
6. Mendekatkan diri ke faktor religiusitas dan kepercayaan.

Namun, penggunaan keenam cara mengatasi kesepian ternyata juga dipengaruhi oleh budaya. Sebagai contoh, individu dikawasan Amerika Utara, yang budaya nya mengedepankan individualistic (dimana tingkat kompetitif yang tinggi dan mengedepankan keberhasilan setiap individu sebagai hal utama) maka cara yang dianggap paling membantu adalah dengan menerima perasaan kesepian dan mencoba mencari bantuan dari pihak professional atau psikolog. Tidak hanya itu, penggunaan minum-minuman keras dan zat berbahaya lainnya sebagai cara untuk mengatasi kesepian juga paling banyak ditemukan di kawasan Amerika Utara dibanding kawasan lainnya diseluruh dunia. Menurut penulis hal tersebut juga dipengaruhi oleh sulitnya mencari dukungan sosial, dengan rasa individualism yang tinggi, individu akan cenderung untuk memikirkan dirinya sendiri dan seakan-akan melupakan orang lain. Pada tahap tertentu, individu justru berpendapat lebih mudah melarikan diri ke minum-minuman keras karena sulitnya mencari dukungan sosial.

Untuk Negara yang kultur budayanya cukup dekat dengan agama dan kepercayaan (seperti kawasan Asia Tenggara dan Amerika Selatan) maka penggunaan metode mendekatkan diri ke faktor religiusitas lebih banyak digunakan. Jika dibandingkan, metode pendekatan diri ke faktor religiusitas lebih banyak digunakan oleh wanita dibanding pria.

Namun secara garis besar, wanita di kawasan Amerika Utara dan Asia Tenggara, lebih banyak menggunakan cara menerima perasaan kesepian. Untuk kaum pria, mereka lebih banyak menggunakan cara meningkatkan keaktifan dengan berbagai cara. Hal tersebut dikatakan karena pria lebih terkait baik dengan pekerjaan maupun aktivitas saat santai dibanding wanita.

Kesepian merupakan satu dari berbagai perasaan yang tidak ingin dimiliki oleh individu. Namun demikian, ada saatnya dimana kita tidak bisa terlepas perasaan tersebut. Oleh karena itu, kenalilah diri anda dan, meskipun sulit, usahakan sebaik mungkin untuk menghindari kesepian. Jika memang pada akhirnya perasaan tersebut tidak bisa terhindar, segera temukan cara yang anda rasa paling tepat mengatasi kesepian anda.




Sumber:
Marano, H.E. The danger of loneliness. 2007. Diambil online dari http://www.psychologytoday.com/articles/200308/the-dangers-loneliness pada 30 Juni 2010.

Rokach, A., Bacanil, H. , & Ramberan, G. 2000. Coping with loneliness: a cross-cultural comparison. European Psychologist, Vol. 5, No. 4, December 2000, pp. 302-311

Rokach, A. 1999. Cultural background and coping with loneliness. The Journal of Psychology; Mar 1999; 133, 2; Academic Research Library pg. 217

Williams, R.B. 2010. Loneliness, like happiness, can be contagious. Diambil online dari http://www.psychologytoday.com/blog/wired-success/201006/loneliness-happiness-can-be-contagious pada 1 Juli 2010.

Picture taken from http://www.flickr.com/photos/bianca_r/3638665355/

Menulislah, dan Jangan Bunuh Diri (Berdasarkan Psikologi Populer)

Di lingkungan saya, mayoritas teman-teman saya mempunyai diary atau buku harian yang diisi dengan cerita tentang hal-hal yang sudah seseorang lalui, pengalaman-pengalaman dan perasaan-perasaan yang dilewati, kesenangan atau kesedihan yang dialami, dan lainnya. Bedanya di zaman serba maju ini, buku harian diganti dengan jurnal online seperti blog. Jika kita perhatikan blog yang dimiliki orang lain, biasanya berisikan mengenai cerita-cerita atau opini-opini pribadi.


Ada sebuah proses melepaskan emosi yang dirasakan yang disebut katarsis. Katarsis ini diperlukan untuk melepaskan konflik-konflik di alam bawah sadar atau pengalaman traumatis misalnya perceraian, penyakit yang serius, perubahan dalam pekerjaan atau lingkungan pekerjaan, kematian seseorang yang dicintai, dan lainnya. Contoh katarsis adalah seseorang merasakan ketegangan atau stress di tempat kerja, mereka membutuhkan sebuah akitivitas yang melepas ketegangan seperti berolahraga, yoga, atau jalan-jalan dengan teman-teman.


Menurut saya, daripada seseorang menyimpan perasaan sendiri sehingga dapat menyebabkan symptom-symptom psikologis seperti histeria atau fobia, maka menulislah dan jangan bunuh diri. Jika bisa merangkai kata dengan baik, buatlah puisi, kumpulan cerita pendek, atau sebuah novel. Menulis dapat menjadi media katarsis yang baik dan tidak mencelakakan diri sendiri dan orang lain. Hasil penelitian dari Southern Methodist University dan Ohio State University College of Medicine menunjukkan bahwa menulis dapat memberi kontribusi secara langsung untuk meningkatkan kesehatan yaitu salah satunya meningkatkan produksi T-cell (sel yang berperan dalam kekebalan tubuh).
Jika kita menengok ke dunia sastra dimana Virginia Woolf, seorang penulis sastra besar dengan karya yang terkenal Mrs. Dalloway, memiliki gangguan manik depresif.

Dalam kondisi maniknya, Woolf bisa berbicara dua sampai tiga hari tanpa berhenti, tidak memperhatikan orang lain di ruangan atau apapun yang dikatakan kepadanya, lalu perlahan-lahan ucapannya menjadi inkoheren, hanya campuran kata-kata yang tidak saling berhubungan. Sedangkan dalam kondisi depresinya, Woolf melakukan percobaan bunuh diri dengan menelan 100 butir veronal. Puncaknya adalah ia menenggelamkan diri di sungai bersama bongkahan-bongkahan batu yang disimpan di sakunya.
Petter Dally, seorang psikiater, berkata “Kebutuhan Virginia dalam menulis adalah, di antara lain, untuk membuat kegelisahan mental yang dimilikinya menjadi masuk akal dan memegang kendali atas kegilaannya. Melalui novelnya, ia membuat dunia pribadinya menjadi kurang menakutkan. Menulis terkadang menjadi siksaan tetapi ini memberikan kenikmatan yang tidak terkira baginya.”


Maka, mulai sekarang, menulislah. Tuliskan semua perasaan sakit, takut, frustasi, marah, sedih, pada kertas. Katakanlah semua hal yang ingin dan perlu Anda katakan tanpa perlu takut bahwa buku harian akan menilai atau mengkritik Anda.

Gunakan tulisan sebagai tempat yang aman untuk mengeluarkan apapun yang Anda rasakan. Menulis itu murah, Anda hanya harus menyediakan kertas dan pensil/pulpen. Dalam menulis, Anda tidak memerlukan sebuah bakat. Caranya mudah: mulailah dengan kalimat “Hari ini saya merasa …”
Menulislah dan jangan bunuh diri.



Sumber:
http://psychology.about.com/od/cindex/g/catharsis.htm
Boeree, George. 2000.  Freud and Psychoanalysis. Artikel dapat diakses dari http://webspace.ship.edu/cgboer/psychoanalysis.html
Bruve, Ray. 1998. Strange but True: Improve Your Health through Journaling. Artikel dapat diakses dari http://www.selfhelpmagazine.com/article/journaling
Bushman, Brad J. Baumeister, Roy F. Stack, Angela D. 1999. Catharsis, Aggression, and Persuasive Influence: Self-Fulfilling or Self-Defeating Prophecies?. Jurnal dapat diakses dari http://cabinet.auriol.free.fr/Documents/cache_catharsis.htm
McManamy, John. 2008. Virginia Woolf and Her Madness: The thought of going under one more time was more than she could take. Artikel dapat diakses dari http://www.mcmanweb.com/woolf.html

MULUT yang Hebat Tahu Apa yang Ingin DIDENGAR TELINGA



telinga-dan-mulut

Kapan terakhir kali Anda “diceramahi” oleh bos Anda (bagi yang sudah bekerja) atau orang tua (bagi yang masih remaja) dan Anda hanya menatap orang itu, sementara pikiran Anda melayang ke tempat lain, dan tidak banyak “ceramah” yang masuk ke otak Anda? 

Tentu Anda melakukan hal tersebut karena “ceramah” yang diberikan (a) tidak menarik bagi Anda, (b) membuat Anda sebal, atau (c) tidak penting bagi Anda. Aturan tersebut juga berlaku dalam dunia public speaking. Jika Anda berbicara di depan umum, dan apa yang Anda bicarakan jatuh ke dalam kriteria “a-b-c” di atas, maka Anda hanya akan menjadi seorang “penceramah kosong” yang beruntung jika tidak ditinggalkan oleh pendengar. Artikel ini akan membahas bagaimana caranya menjadi pembicara yang hebat dengan mengetahui apa yang ingin diketahui oleh pendengar. (Artikel ini dibuat berdasarkan buku “Pond Life” yang ditulis oleh John Hammond, seorang ahli komunikasi bisnis di Inggris)


Pada dasarnya, manusia itu mahluk yang mudah bosan. Mereka hanya memperhatikan hal-hal yang menguntungkan bagi diri mereka (Moskowitz, 2005) atau hal-hal yang berbahaya agar bisa dihindari. Jadi, jika Anda sedang berada dalam posisi sebagai pembicara, pastikan Anda menjadi seseorang yang menguntungkan bagi mereka. Apa yang Anda bicarakan haruslah sesuatu yang dapat dimanfaatkan, karena kalau tidak, pendengar Anda akan merasa lebih baik mereka melakukan hal lain daripada mendengarkan Anda (dan kadang mereka melakukannya melalui Blackberry mereka).

Selain bermanfaat, pendengar Anda juga harus sadar akan manfaat dari pembicaraan Anda dan termotivasi untuk mendengarkan pembicaraan Anda. Kemungkinan besar pendengar tidak sadar akan manfaat dari pembicaraan Anda adalah karena terlalu banyak informasi yang tidak penting yang Anda berikan, sehingga inti dari pembicaraan tidak tertangkap (atau pendengar sudah terlanjur bosan). Alasan kenapa pendengar tidak termotivasi oleh pembicaraan Anda, adalah karena emosi mereka tidak tersulut saat mendengarkan kata-kata Anda, sehingga mereka tidak “tersambung” dengan apa yang Anda katakan. Mendengarkan orang lain itu susah saat Anda merasa bosan dengan orang tersebut.

Berikut adalah tips-tips bagaimana presentasi atau “ceramah” Anda terlihat penting, tidak membosankan, dan bebas dari kriteria “a-b-c” di atas:

1. Ketahui luar-dalam apa yang akan Anda bicarakan
Ada dua hal yang penting dari menjadi ahli dari hal yang akan Anda bicarakan. Pertama, Anda akan tahu hal mana yang penting bagi pendengar Anda dan apa yang Anda bicarakan akan mengalir dengan lancar. Yang Kedua, Anda akan lebih bersemangat dalam membicarakan hal tersebut, sehingga Anda akan terlihat jauh dari membosankan. Jon Hammond mengatakan bahwa pendengar yang sebenarnya tidak tertarik akan isu yang dibicarakan, bisa saja tetap memperhatikan jika pembicaranya memaparkan hal tersebut dengan penuh semangat.

2. Jangan egois, cari tahu apa yang PENTING bagi pendengar dan apa yang TIDAK PENTING
Jika Anda bukan dosen, dan apa yang Anda bicarakan tidak akan menjadi ujian, maka Anda tidak perlu “memuntahkan” semua yang Anda ketahui. Bayangkan Anda akan membeli sebuah mobil. Anda tentu tidak mau jika sales membicarakan hal-hal detail seperti komposisi karet dan karbon pada ban mobil tersebut, atau berapa banyak baut yang dipakai dalam mobil tersebut (kecuali jika hal itu penting bagi Anda). Anda hanya ingin tahu hal-hal yang berhubungan dengan Anda, seperti, berapa banyak liter bahan bakar yang dihabiskan untuk 100 kilometer (hemat atau tidak), apa saja fitur pengaman mobil tersebut, atau kapasitas mobil tersebut.

Begitu juga saat Anda melakukan presentasi. Pendengar Anda tidak perlu mengetahui apa yang Anda bicarakan secara detail. Cukup beritahukan apa yang menurut Anda mereka butuhkan. Jika ada hal penting bagi pendengar yang tidak Anda ikut sertakan, percayalah bahwa pendengar akan menanyakannya. Oleh karena itu, sebelum Anda mempersiapkan presentasi Anda, pikirkanlah, apa yang kira-kira ingin didengarkan oleh pendengar Anda? Hal apa yang bisa dilewatkan atau disebut secara lalu saja? Info apa yang berguna bagi pendengar Anda, dan info mana yang hanya memperumit pembicaraan? Apa kira-kira hal yang sudah diketahui pendengar (sehingga kalau Anda membicarakannya, akan membuat bosan)?

Kadang kita membuat presentasi menjadi panjang untuk mengisi waktu yang disediakan. Kita berbicara panjang lebar agar waktu yang diberikan digunakan dengan penuh, dengan harapan kita jadi terlihat pintar. Jika kita membuat presentasi berdasarkan “informasi yang penting”, pendengar akan merasa lebih mendapat manfaat walau presentasi Anda hanya memakan setengah dari waktu yang diberikan. Selain itu, membuat presentasi berdasar “informasi yang penting” akan membuat Anda terhindar dari kehabisan waktu bicara karena Anda terlalu “saklek” mengikuti alur presentasi (yang mana bagian penting biasanya Anda letakkan di bagian akhir).

3. Atur Alur Presentasi Anda dari yang Sederhana ke yang Rumit
Jangan mulai pembicaraan dari hal yang rumit. Kenapa ada orang yang tahan mendengarkan orang lain berbicara selama tiga jam adalah karena ia mengerti apa yang dibicarakan. Jika Anda akan menjelaskan sesuatu yang susah untuk dimengerti, mulailah dari hal-hal yang dapat dipahami oleh pendengar, lalu bergeraklah menuju pembicaraan yang semakin sulit.
Jangan gunakan jargon-jargon yang tidak dibutuhkan. Usahakan menggunakan bahasa seawam mungkin. Atau, jika hal tersebut memang harus dilakukan, beri penjelasan (singkat) terlebih dahulu.

4. Ingat Terus dan Hindari Kriteria “a-b-c”
Lihat kembali kriteria “a-b-c” di atas (tidak menarik-membuat sebal-tidak penting), dan hadapi dengan cara P2K (perhatian-perasaan-keuntungan) di bawah ini:

- Tarik perhatian: ajak pendengar berinteraksi dengan Anda dengan melemparkan pertanyaan ada mereka, berikan quotes-quotes atau peribahasa terkenal yang berhubungan dengan apa yang Anda bicarakan, berikan pertanyaan yang dijawab dengan “angkat tangan”, atau berikan contoh-ilustrasi yang berhubungan dengan apa yang Anda bicarakan.

- Sentuh perasaan: pendengar datang mendengarkan Anda karena ingin menyelesaikan masalah mereka. Maka, bahaslah masalah tersebut (misal, dalam presentasi tentang cara meningkatkan kinerja karyawan, sebutkan bahwa kemampuan tersebut pasti penting agar karyawan dapat terus bekerja DAN MENGHIDUPI KELUARGANYA). Cari tahu apa yang sedang dikhawatirkan pendengar, dan tunjukkan bagian mana dari presentasi Anda yang dapat membantu mereka. Dengan begitu, Anda dan pendengar akan membentuk ikatan yang natural dan kuat.

Selain itu, mainkan intonasi suara Anda. Berikan penekanan suara pada poin-poin pembicaraan yang penting, sehingga, Anda tidak terlihat seperti robot yang sedang berbicara.

- Beri keuntungan: ingat! Pendengar hanya akan memperhatikan apa yang menguntungkan bagi mereka. Maka, akan membantu jika Anda menjelaskan aplikasi dari apa yang Anda bicarakan.
Mari berikan apa yang dibutuhkan pendengar Anda.



Sumber:
Hammond, Jon. (2006). Pond Life: Creating the ‘Ripple Effect’in Everything You Say and Do. UK: Wiley.
Moskowitz, G. B. (2005). Social Cognition: Understanding Self and Others. New York: The Guilford Press.
Sumber Foto: http://www.flickr.com/photos/22826195@N02/2397485302/

“Ketindihan”: Saat Otak Menghadirkan Hantu ke Depan Mata

sppic 


Suatu malam, dua tahun yang lalu, saya tertidur di atas sofa di ruang tamu saya. Kira-kira jam setengah dua dini hari, saya yang tidur tertelungkup tiba-tiba terbangun. Saya merasakan sesuatu menahan tubuh saya. Kaki, tangan, dan lidah saya sulit untuk digerakkan. Telapak tangan kanan saya yang berada di sisi luar sofa mencoba melakukan gerakan apa pun untuk meraba apa yang terjadi. Telapak tangan itu pun menyentuh sesuatu. Saya menyimpulkan benda bulat berbulu itu sebuah kepala karena rasanya hangat seperti suhu tubuh seseorang.

Tak sampai lima menit, tiba-tiba “tindihan” itu hilang (saya masih mengira itu saudara saya yang mengerjai saya). Saya membalikkan badan dan menemukan bahwa saya sendirian di ruang itu. Di tengah nafas yang tersengal-sengal dan badan penuh keringat, saya teringat pada sebuah pembahasan di kelas Psikologi Faal. Saya menyadari bahwa saya baru saja mengalami sleep paralysis.

Apa itu sleep paralysis?
Sleep paralysis adalah penjelasan dari fenomena ketindihan, kchmaoh sangkat (istilah orang Kamboja saat “hantu” menekan tubuh seseorang di kala tidur), atau bahkan “penculikan” oleh alien. Secara singkat, sleep paralysis adalah kelumpuhan sementara yang terjadi sesaat sebelum atau sesudah tidur. Kelumpuhan ini hanya berlangsung beberapa saat, dan bisa segera hilang jika seseorang memanggil nama kita dengan perlahan.

Kelumpuhan pada saat sleep paralysis tidak berbahaya, karena identik dengan kelumpuhan pada saat seseorang tidur. Ya, pada saat tidur, SEMUA ORANG mengalami kelumpuhan. Kenapa? Karena kita sedang bermimpi.

Begini penjelasannya, jika kita men-scan otak orang yang sedang bermimpi (misalnya, bermimpi main voli), maka bagian otak yang berkaitan dengan main voli akan aktif. Bagian otak yang memerintahkan kaki untuk melompat akan aktif. Begitu pula bagian yang memerintahkan tangan untuk men-smash bola. Nah, tentu merepotkan sekali jika orang yang bermimpi main voli melakukan semua gerakan voli saat ia tidur. Oleh karena itu, otak “melumpuhkan” tubuh orang yang sedang bermimpi agar badan tetap dalam keadaan berbaring.

Hanya saja, kadang kala manusia terbangun saat dirinya masih dalam keadaan bermimpi. Tubuh kita saat itu masih lumpuh. Kita yang sadar tidak dapat menggerakkan diri lalu panik dan menyangka sedang “ditindih” sesuatu. Sleep paralysis juga dapat terjadi pada saat sebelum tidur. Maksudnya, kita masih sadar, tetapi otak sudah masuk dalam mode bermimpi dan melumpuhkan tubuh.

Tapi apa penjelasan dari “kepala” yang saya raba? Penjelasannya ada dua, dan kedua-duanya masih berkaitan dengan mimpi. Penjelasan pertama, kita sedang memimpikan hal itu. Seperti saat bermimpi main voli, jika kita sedang memimpikan seseorang (atau hantu), maka bagian otak yang berkaitan dengan hal tersebut menjadi aktif. Bagian yang mengatur penglihatan memberikan gambaran (halusinasi) bahwa kita sedang melihat orang (atau hantu) tersebut. Bagian pendengaran aktif, seakan-akan kita mendengar langkah kaki atau bisikan suara orang itu. Jika kita tiba-tiba terbangun, gambar itu, suara itu, bahkan bau itu masih tercetak di otak kita. Sehingga seakan-akan kita benar-benar melihat, mendengar, atau mencium hal yang kita impikan.

Penjelasan kedua, selain berhubungan dengan mimpi, juga berhubungan dengan sisi paranoid diri kita. Pernahkah Anda berada di rumah sendirian, dan kita mulai mendengar hal-hal menyeramkan, misalnya suara orang yang sepertinya akan masuk ke dalam rumah? Saat kita terbangun dari tidur dan menyadari diri kita tak bisa bergerak, kita mulai membayangkan hal yang menyeramkan (misalnya, hantu sedang menindih tubuh kita). Sialnya, otak kita masih dalam keadaan bermimpi, dan tercetaklah gambaran hantu tersebut di bagian visual otak. Membuat seakan-akan hantu tersebut muncul di depan mata kita.
Tapi penelitian menyimpulkan bahwa semua itu hanyalah halusinasi.

Sebagai catatan, ada satu bentuk halusinasi lain dari sleep paralysis. Namanya halusinasi vestibular-motor. Halusinasi ini terjadi saat kita sedang bermimpi menggerakkan anggota badan. Namanya juga mimpi, gerakan badan ini bisa apa saja. Mulai dari mengangkat tangan, duduk, terbang, sampai melepaskan ruh kemudian melayang di atas ‘badan’ kita. Saat kita terbangun dari mimpi (atau sudah dalam keadaan bermimpi, tapi masih sadar), hal tersebut seakan-akan benar-benar terjadi. Maka, kita bisa merasa tubuh kita bergerak sendiri, tubuh kita terbang, bahkan melayang di atas “badan kita”.

Apa penyebab sleep paralysis?

Cukup banyak. Kadang, otak melakukan kesalahan ini tanpa sebab. Sehingga, orang-orang sehat pun bisa mengalami ini.
Trauma juga bisa menyebabkan sleep paralysis. Orang-orang Kamboja yang menjadi pengungsi karena perang, tercatat sering mengalami sleep paralysis. Bahkan bisa tiga kali dalam seminggu. “Hantu-hantu” yang mereka lihat juga cukup beragam, dari tengkorak yang mencekik leher, sampai anggota keluarga yang sudah meninggal.

Orang-orang yang memiliki gangguan kecemasan, seperti social anxiety juga lebih sering terkena sleep paralysis beserta halusinasi-halusinasinya. Begitu pula orang-orang yang percaya pada tahayul.
Sleep paralysis memang kadang merupakan pengalaman yang menakutkan. Tetapi, sebenarnya fenomena itu tidaklah berbahaya. Saya akan menutup tulisan ini dengan satu catatan. Ternyata, mereka yang mengaku pernah diculik oleh alien memiliki profil psikologis yang berbeda dengan orang normal. Mereka adalah orang-orang mudah percaya pada hal-hal yang paranormal, tingkat fantasi yang tinggi, dan punya kecenderungan untuk berhalusinasi. Jadi, sebelum kita percaya dengan orang-orang yang mengaku diculik alien (atau dalam kasus di Indonesia, orang-orang yang dapat berbicara dengan hantu atau arwah dalam tidurnya), kita harus mengecek terlebih dahulu profil psikologis orang tersebut. 

Sumber:
Carlson, Neil R. (2002). Foundations of Physiological Psychology. Boston: Allyn and Bacon.
Jacobson, C. J. jr. (2009). The nightmare of Puerto Ricans: an embodied ‘altered states of consciousness’ perspective. Cult Med Psychiatry. 33. 266-289.
Hinton, D.E., Pich, V., Chhean, D., & Pollack, M. H. (2005). ‘The ghost pushes you down’: sleep paralysis-type panic attacks in a Khmer refugee population. Transcult Psychiatry. 42. 46-73.
French, C.C., Santomauro, J., Hamilton, V., Fox, R., & Thalbourne, M.A. (2008). The psychological aspects of the alien contact experience (abstrak). Cortex. 44. 1387-1395.
Sumber foto: http://www.flickr.com/photos/40979014@N05/3802694859/

Elegi Cinta : Makna, dan Perjalanannya

Keinginan untuk memiliki pasangan untuk pendamping hidup seperti sudah menjadi insting kita sebagai makhluk hidup. Perjalanan mencari pasangan pun berliku-liku. Ada cerita cinta monyet yang kita alami sewaktu remaja, lika liku putus-nyambung, sampai akhirnya ke pelaminan. Namun seiring berjalannya waktu dengan pasangan,dengan naik-turunnya perasaan kita dengan pasangan, kadang terbersit pertanyaan, “Apa aku benar-benar cinta pasanganku?”.

Pertanyaan tersebut tentunya hanya bisa dijawab oleh kita sendiri, namun Robert Sternberg, seorang ilmuwan psikologi sosial, telah mencoba menelaah apa itu cinta dan membagi cinta menjadi beberapa kategori dan menamakan teorinya dengan “Triangular Theory of Love”.

Sternberg mengembangkan teori tentang cinta dengan menyebutkan bahwa cinta itu sendiri terdiri dari 3 hal, yaitu:
1. Intimasi - Hal-hal yang mencerminkan perasaan kedekatan, “nyambung”, dan perasaan terikat.
2. Passion/hasrat - hal-hal yang mencerminkan perasaan romantis, ketertarikan fisik, dan ketertarikan secara seksual
3. Komitmen - Hal-hal yang mencerminkan pilihan untuk tetap bersama dengan pasangan
Kemudian Sternberg mengembangkan teorinya dengan mengemukakan jenis-jenis cinta berdasarkan kombinasi dari 3 hal tersebut:


sternberg-love


1. Nonlove (tidak ada cinta)
Kondisi dimana kita tidak merasakan adanya cinta
2. Friendship (Menyukai untuk berteman)
Dalam jenis cinta yang ini, Sternberg mengemukakan bahwa hanya ada perasaan “intimasi” yang terlibat. Merasa “nyambung”, kedekatan dan kehangan bersama orang lain adalah motor utama seseorang dekat satu sama lain.
3. Infatuated love
Pada infatuated love, disini tercermin bahwa perasaan yang dominan adalah hasrat / passion. Seringkali hubungan pacaran berawal dari jenis cinta yang ini. Meskipun begitu, selagi memiliki hubungan infatuated love ini, setiap pasangan harus mengembangkan perasaan intimasi atau komitmennya, atau hubungan cinta pasangan tersebut akan hilang dengan cepat.
4. Empty love
Jenis cinta ini dikarakteristikkan dengan komitmen tanpa adanya perasaan intimasi atau hasrat. Biasanya pasangan yang sudah menikah lama dapat merasakan hal ini. Hal yang mempertahankan hubungan mereka adalah pilihan mereka untuk tetap bersama karena berbagai macam alasan, yaitu: alasan ekonomi, alasan “takut sendiri”, atau alasan yang bersifat sosial, seperti “apa kata orang nanti”.
5. Romantic love
Pada romantic love, pasangan terikat secara emosial melalui intimasi dan hasrat mereka. Aspek komitmen tidak berperan di sini.
6. Companiate love
Companiate love adalah tipe cinta yang melibatkan perasaan intimasi dan komitmen, namun tidak melibatkan hasrat. Biasanya tipe cinta ini ditemukan pada pasangan yang sudah menikah dimana hasrat seksual sudah hilang, namun perasaan kedekatan yang dalam dan komitmen untuk bersama sudah sangat dalam.
7. Fatuous Love
Ini tipe cinta yang cukup unik, ditandai dengan komitmen yang terjadi karena termotivasi oleh hasrat seksual, tanpa melibatkan perasaan intimasi, atau kedekatan. Dalam hidup sehari-hari, sangat jarang ada pasangan yang mengakui bahwa hubungan mereka ‘dijaga’ oleh hasrat seksual belaka, namun menurut Sternberg hal tersebut mungkin terjadi. Hal itu diasumsikan karena hubungan percintaan merupakan hal yang sensitif dan bersifat ’sakral’ untuk sebagian orang, maka jarang sekali ada orang yang mengakui bahwa hubungan pasangan mereka dilandasi oleh hasrat seksual belaka.
8. Consummate love
Cinta tipe ini adalah tipe cinta yang lengkap dan mencerminkan jenis cinta yang ideal antara pasangan karena melibatkan ketiga aspek dari cinta, yaitu intimasi, hasrat, dan komitmen. Pasangan dapat merasakan kedekatan dan hasrat yang mendalam, sehingga mendasari mereka untuk memiliki komitmen bersama.
Untuk lebih jelasnya, berikut tabel jenis cinta dan aspek-aspek yang terlibat:
sternberg-tabel
Perjalanan Cinta
Dari berbagai jenis-jenis cinta yang telah dikemukakan di atas oleh Sternberg, kita pasti pernah merasakan lebih dari satu jenis hubungan cinta dengan pasangan seiring berjalannya waktu yang dilalui dengan pasangan. Berikut adalah ilustrasi yang diberikan untuk lebih jelasnya:
timeline-cinta
I. Infatuation Love
Kata-kata yang paling tepat untuk menggambarkan tahap ini adalah, “Cinta pada pandangan pertama”. Biasanya pada saat melihat seseorang yang menurut kita menarik secara fisik, kita dapat langsung menyukainya dan ingin mendekatinya.
II. Romantic Love
Pada tahap ini, secara fisik dan emosi sudah saling tertarik. Sudah ada aspek Hasrat dan intimasi yang terlibat dalam hubungan cinta ini, namun belum ada komitmen diantara mereka. Pada masa awal-awal remaja, di SLTP atau SLTA, biasanya anak-anak remaja pacaran hanya beberapa bulan, kemudian mencari pasangan yang baru.
III. Consummate love
Cinta ini adalah cinta utuh dimana aspek hasrat, intimasi, dan komitmen sudah dimiliki oleh pasangan, namun hubungan cinta seperti butuh usaha yang kuat dari masing-masing pihak untuk mempertahankannya.
IV. Companiate Love
Biasanya tahap ini terjadi pada orang yang sudah lama menikah. Hasrat sudah memudar karena sudah lama bersama pasangan, namun intimasi serta komitmen masih bertahan.
Teori perjalanan cinta tersebut tidak berlaku mutlak, jadi pasangan dapat mengalami 4 hal tersebut secara tidak berurutan dengan tipe-tipe cinta lainnnya (Fatuous Love, empty love, dan lain-lain) atau bahkan putus di tengah jalan. Menurut Yela (1998) dan Bersheid (2010), dua orang Psikolog yang meneliti tentang cinta, seseorang dapat berganti-ganti tipe tersebut karena aspek-aspek cinta (intimasi, hasrat, dan komitmen) yang mereka alami naik-turun seiring berjalannnya waktu. Jadi, bila sedang menemui masa-masa dimana kita merasa bosan  ataupun merasa tidak sayang lagi pada pasangan kita, bukan berarti kita tidak mencintainya, melainkan kita hanya sedang mengalami salah satu dari jenis-jenis cinta yang dikemukakan oleh Sternberg.  (Khrisnaresa)


Sumber:
Baron, Robert. A., & Byrne, Donn. (2000). Social Psychology 9th Ed. Boston: Allyn & Bacon.
Yela, Carlos. (1998). Temporal course of the basic components of love throughout relationships. Psychology in Spain. 2. 76-86.
Berscheid, Ellen. (2010). Love in the fourth dimension. Annu. Rev. Psychol. 61. 1-25.